Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, telah menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi di Indonesia tanpa pandang bulu sebelum dia dipanggil oleh Sang Pencipta. Prabowo menyarankan kepada penegak hukum di Indonesia, termasuk kejaksaan dan KPK, untuk tidak takut melawan korupsi yang semakin merajalela. Bersamaan dengan itu, data dari KPK dan ICW menunjukkan bahwa ada lima lembaga pemerintahan di Indonesia yang sering terlibat dalam kasus korupsi.
Pada tingkatan kementerian, kasus korupsi terbanyak terjadi pada tahun 2024, dengan jumlah 39 kasus yang signifikan di Kementerian Sosial dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Salah satu kasus mencolok adalah korupsi dana bantuan sosial (Bansos) COVID-19 yang menimbulkan kemarahan publik.
Di tingkat DPR, KPK melaporkan bahwa 344 kasus korupsi melibatkan anggota dewan baik di level nasional maupun daerah, seperti DPR dan DPRD. Modus yang umum digunakan meliputi suap pengesahan anggaran dan proyek fiktif, contohnya kasus e-KTP yang melibatkan mantan Ketua DPR Setya Novanto.
Selain itu, lembaga BUMN dan BUMD juga tidak luput dari kasus korupsi, terutama dalam proyek infrastruktur dan pengadaan barang dan jasa. Banyaknya kasus korupsi di lembaga penegak hukum juga menjadi perhatian, seperti suap penanganan perkara dan pengaturan vonis. Sementara itu, kepala daerah juga terlibat dalam kasus korupsi dengan modus menerima suap dan praktik jual beli jabatan.
Kasus korupsi ini diduga terjadi karena kurangnya transparansi anggaran, minimnya pengawasan internal, budaya politik uang, regulasi yang tidak efisien, dan sanksi hukum yang tidak tegas. Oleh karena itu, perlawanan terhadap korupsi perlu ditingkatkan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan transparan di Indonesia.
